Angka tersebut dihimpun dari berbagai laporan masyarakat AS. Jumlahnya naik 22% secara tahun-ke-tahun (yoy).
Sebagai informasi, masyarakat AS bisa mengadukan penipuan online melalui Internet Crime Complaint Center (IC3) yang didirikan FBI. Sepanjang tahun lalu, IC3 menghimpun lebih dari 880.000 laporan masyarakat.
Angka kerugian Rp 195 triliun hanya berdasarkan laporan yang masuk. The Record Media mencatat jumlah kerugian yang sebenarnya bisa jadi jauh lebih tinggi.
Penipuan online yang paling banyak menyebabkan kerugian adalah investasi bodong. Angka kerugiannya naik 38% menjadi US$ 4,57 miliar atau setara Rp 71 triliun.
FBI mencatat lebih dari US$ 3,94 miliar (Rp 61 triliun) di antaranya berasal dari penipuan investasi mata uang kripto, dikutip dari The Record Media, Jumat (8/3/2024).
Sejak 2021, laporan penipuan investasi tahunan sudah meningkat lebih dari tiga kali lipat. Salah satu modus yang paling populer adalah penipu pura-pura memiliki hubungan personal dengan korbannya.
Sang penipu lantas meyakinkan korban untuk melakukan investasi mata uang kripto. Menurut laporan, penipu mayoritas datang dari kawasan Asia Tenggara.
Dalam laporan FBI, disebut bahwa modus penipuan biasanya berbeda-beda tergantung kelompok umur korban.
"Korban berusia 30-49 tahun cenderung melaporkan penipuan berbasis investasi," tertulis dalam laporan.
Modus penipuan kedua yang paling banyak mencatat kerugian berasal dari email bisnis. Total kerugiannya mencapai US$ 2,9 miliar atau setara Rp 45 triliun.
Biasanya, penipu meretas akun bisnis kredibel untuk melancarkan aksinya memangsa korban. Selain itu, banyak juga penipuan email bisnis yang menyamar sebagai penjual real estate.
Ransomware juga dilaporkan naik signifikan setelah sempat mereda pada 2022. Total kerugian yang disebabkan mencapai US$ 60 juta (Rp 935 miliar) atau naik 60% yoy.
Tim pemulihan aset IC3 sudah membekukan US$ 538,39 juta (Rp 8,3 triliun) aliran dana yang dilaporkan terlibat dalam upaya penipuan online.