Lampung Selatan, || RuangInvestigasi.com – Proyek Pelebaran Perkerasan Ruas Way Galih - Batas Bandar Lampung (R.187) (Lanjutan) Kecamatan Tanjung Bintang, yang dikerjakan oleh CV. ADI JAYA LAMPUNG KONSTRUKSI dengan nilai kontrak Rp. 1.075.995.169,84 APBD 2024, menuai sorotan tajam. Baru sebulan diserahterimakan pada Desember 2024, kondisi jalan sudah mengalami kerusakan parah, memunculkan dugaan adanya indikasi korupsi dan rekayasa proyek antara PPK dan kontraktor.
Berdasarkan data yang yang dimiliki RuangInvestigasi.com, proyek ini dirancang untuk peningkatan jalan dengan lapisan hotmix sepanjang 440 meter dan lebar 6 meter. Namun, hasil di lapangan menunjukkan kondisi jalan yang sangat jauh dari spesifikasi, dengan indikasi pengerjaan yang diduga asal-asalan dan tidak memenuhi standar kualitas.
Indikasi Kecurangan: Jalan Baru, tapi Sudah Hancur
Hasil pemantauan dan dokumentasi di lokasi proyek mengungkapkan adanya kejanggalan serius dalam pekerjaan konstruksi, di antaranya:
- Retakan Kulit Buaya (Alligator Cracking) yang mengindikasikan struktur perkerasan jalan lemah, kemungkinan akibat penggunaan material berkualitas rendah atau ketebalan aspal yang tidak sesuai kontrak.
- Pengelupasan aspal yang memperlihatkan kemungkinan adanya pemadatan yang tidak optimal atau pencampuran material yang tidak memenuhi standar.
- Lubang di permukaan jalan, yang membahayakan pengguna dan mempercepat kerusakan jika tidak segera diperbaiki.
- Pelebaran jalan yang tidak sesuai RAB, di mana bahu jalan masih berupa kerikil tanpa perkerasan yang layak.
Fakta ini menimbulkan dugaan bahwa proyek ini telah dikondisikan sejak awal, dengan adanya indikasi pengurangan volume atau spesifikasi pekerjaan demi keuntungan pihak tertentu.
Warga Geram: Mobil Rusak Akibat Jalan Berlubang
Sejumlah warga yang melintasi ruas jalan ini menyatakan kekecewaannya. Kurniawan, seorang pengendara, mengaku mengalami kerugian akibat kondisi jalan yang buruk.
"Ini jalan baru selesai, tapi sudah kayak proyek puluhan tahun yang tidak pernah diperbaiki. Saya tadi kena lubang besar di tengah jalan, mobil saya sampai pecah bannya! Kalau begini terus, siapa yang bertanggung jawab? Pajak kami dipakai, tapi hasilnya seperti ini!" ujar Kurniawan dengan nada kesal.
PPK Berdalih: Ada Adendum, Anggaran Tidak Cukup
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek ini, Andri Setiyoko, mengaku telah menginstruksikan kontraktor untuk segera melakukan perbaikan. Namun, hingga kini masih menunggu jadwal Asphalt Mixing Plant (AMP) produksi.
Saat dikonfirmasi mengenai mengapa hasil pekerjaan tidak sesuai RAB, PPK mengakui bahwa proyek ini mengalami adendum kontrak, yang menyebabkan adanya perubahan spesifikasi.
"Iya, ada adendum karena harus menyesuaikan kondisi lapangan. Kondisi kanan dan kiri badan jalan juga tidak jauh berbeda, jadi jika keduanya dicor semua, anggarannya tidak cukup," ujar Andri.
Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini telah dikonsepkan untuk menguntungkan pihak tertentu, mengingat perubahan spesifikasi yang dilakukan justru menurunkan kualitas jalan, bukan menyesuaikannya dengan kebutuhan teknis yang lebih baik.
Saat ditanya mengenai kajian geoteknis, uji laboratorium material, serta mekanisme pengawasan proyek, PPK memilih menghindari pertanyaan dan tidak memberikan data yang dapat menjelaskan kelayakan pekerjaan ini.
Indikasi Korupsi dan Manipulasi Proyek
Dugaan adanya konsolidasi antara PPK dan kontraktor semakin kuat, mengingat proyek ini berpotensi melanggar berbagai regulasi, antara lain:
- Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang mewajibkan pekerjaan konstruksi memenuhi spesifikasi kontrak.
- Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang menegaskan tanggung jawab penyedia jasa atas mutu pekerjaan, termasuk masa pemeliharaan.
- Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 tentang Standar Pengadaan Jasa Konstruksi, yang mengatur uji laboratorium material dan kajian geoteknis sebelum proyek dinyatakan selesai.
- Permen PUPR No. 13 Tahun 2020 tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi, yang mewajibkan adanya standar keselamatan dan ketahanan jalan dalam setiap proyek infrastruktur.
Jika terbukti ada unsur manipulasi dalam pengerjaan proyek ini, maka hal ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain dan merugikan negara dapat dipidana.
Desakan Audit dan Investigasi Lebih Lanjut
Dengan adanya dugaan kolusi dan manipulasi proyek, diharapkan instansi terkait Dinas Pekerjaan Umum, APIP, BPK, dan aparat penegak hukum segera melakukan audit teknis dan investigasi mendalam. Jika terbukti ada unsur pelanggaran hukum, pihak yang terlibat harus diberikan sanksi tegas, termasuk pemutusan kontrak kerja dan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku.
Red/tim