Jawa Barat, Ruang Investigasi – Klaim "Tambal Cepat Mantap" (TCM) sebagai metode inovatif dari PPK 1.1 Jawa Barat kini terbukti omong kosong! Bagaimana tidak? Hasil tambalan jalan yang disebut-sebut sesuai spesifikasi PU hanya bertahan tiga hari sebelum kembali berlubang.
Bahkan, ada dugaan kuat bahwa metode tambal asal-asalan ini hanyalah akal-akalan pejabat di lapangan yang berusaha menutupi efek buruk efisiensi anggaran yang disusun oleh Menteri PU.
Anggaran Terblokir, Jalan Rusak Dibiarkan?
Menurut sumber di berbagai BBPJN/BPJN, anggaran hingga kini masih terblokir, membuat proyek jalan nasional seperti jalan di wilayah PPK 1.1 Jawa Barat menjadi korban kebijakan hemat anggaran.
Seorang pejabat di lingkup BBPJN/BPJN mengeluhkan kondisi ini:
"Kami kewalahan dengan anggaran minim dan sistem swakelola. PPK gak punya alat memadai. Selama ini pakai sistem kontrak e-katalog atau tender kontraktor. Sekarang? Suruh beresin sendiri, duit gak ada!"
Bahkan, seorang staf di lingkup Direktorat Jenderal Bina Marga secara terang-terangan menyebut bahwa anggaran PU benar-benar dikunci:
"Memang arahan Dirjen begitu, agaknya arahan Menteri juga. Duit gak ada, pake apa lagi benerinnya? Anggaran belum cair. Syukur-syukur masih ada PPK yang mau benerin jalan itu, pake duit pribadi pula!"
Sampai kapan kondisi ini dibiarkan? Jalanan rusak masih menghantui masyarakat, sementara para pejabat berkilah dengan dalih metode baru yang nyatanya hanya solusi asal-asalan.
PPK 1.1 Jabar Harus Bertanggung Jawab!
Seharusnya PPK 1.1 Jabar tidak bersembunyi di balik metode tambal cepat yang jelas-jelas gagal. Jika benar anggaran yang menjadi masalah, kenapa tidak ada sikap tegas menuntut kejelasan dari Kementerian PU.
Kebijakan efisiensi yang keterlaluan ini sudah merugikan banyak pihak, terutama masyarakat pengguna jalan. Jika PPK 1.1 Jabar hanya diam dan mengikuti arus, maka mereka adalah bagian dari permainan yang membiarkan kondisi ini terus terjadi!
Kini, publik menuntut agar masalah ini sampai ke Menteri PU, bahkan ke Prabowo Subianto. Jangan sampai efisiensi anggaran justru menjadi alasan bagi pejabat di daerah untuk bermain-main dengan kualitas infrastruktur yang seharusnya menjadi hak rakyat!
(Hariansyah//redaksi)