Lampung Selatan – Dunia pendidikan di Provinsi Lampung kembali tercoreng. SMAN 2 Kalianda, Lampung Selatan, diduga kuat terlibat dalam penyimpangan dana Program Indonesia Pintar (PIP) dengan modus lama yang terus berulang: pencairan tanpa sepengetahuan siswa dan pemotongan dana bantuan secara sepihak.
Sejumlah alumni angkatan 2021 mengaku baru mengetahui bahwa mereka pernah menerima dana PIP setelah melakukan pengecekan melalui aplikasi resmi Kementerian Pendidikan di situs pip.kemdikbud.go.id.
"Saya baru tahu ternyata nama saya dapat PIP. Di aplikasi tertera dana masuk tanggal 2 Juni 2020, tapi saya sama sekali tidak pernah menerima uang itu," ungkap salah satu alumni, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
Lebih mencengangkan lagi, ada dugaan pemalsuan data atau penyalahgunaan identitas. Salah satu alumni yang telah lulus pada 2021 mengungkap kejanggalan: namanya masih tercantum sebagai penerima dana PIP setelah ia tidak lagi tercatat sebagai siswa aktif.
"Jangan-jangan data saya masih dipakai untuk mencairkan dana. Kalau benar, ini sudah masuk ranah pidana," ujarnya curiga.
Dana Bantuan Dipotong Sepihak
Alumni lainnya menyatakan bahwa selama duduk di kelas 10 dan 11, mereka tidak pernah memegang langsung dana PIP. Dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan siswa miskin seperti uang saku, pembelian seragam, tas, atau sepatu, justru diambil alih oleh pihak sekolah.
"Kami tidak pernah lihat uang itu. Kata pihak sekolah, dananya langsung dipakai buat bayar SPP dan uang bangunan," jelas seorang narasumber.
Praktik serupa juga disebut masih terjadi terhadap siswa aktif. Dana PIP yang semestinya disalurkan langsung ke siswa justru diduga dijadikan alat pungutan tersembunyi oleh oknum sekolah.
Langgar Aturan Jelas, Potensi Jerat Hukum
Jika benar terbukti, praktik ini melanggar Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 10 Tahun 2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan PIP. Dalam aturan itu disebutkan bahwa:
"Dana PIP diberikan langsung kepada siswa penerima manfaat, tidak boleh dipotong, dialihkan, atau digunakan untuk kepentingan pihak lain, termasuk pembayaran SPP, iuran sekolah, dan pembangunan fisik."
Lebih lanjut, penyalahgunaan dana bantuan negara juga dapat dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. No. 20 Tahun 2001, dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun.
Kepala Sekolah Bungkam
Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Kepala SMAN 2 Kalianda. Namun hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah enggan memberikan tanggapan, meskipun telah dihubungi berkali-kali.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi Dinas Pendidikan Provinsi Lampung dan Kemendikbudristek. Pemerintah pusat dan aparat penegak hukum didesak segera turun tangan mengusut dugaan korupsi dana bantuan yang seharusnya menyentuh siswa tidak mampu.
Menyunat dana siswa miskin bukan hanya kejahatan moral, tetapi juga pengkhianatan terhadap masa depan pendidikan bangsa.
(Tim)